Akbar

Belum terlalu lama saya kenal anak itu. Baru sebulan belakangan.
Saya diminta jadi pembimbingnya di bidang karikatur untuk sebuah kompetisi seni mahasiswa tingkat nasional di Jambi.
Akbar nama mahasiswa itu. Sempat saya ceritakan pada postingan blog ini sebelumnya.

Sebenarnya, kalau mau jujur, si Akbar ini bisa dibilang masih lemah pada ide, dan sedikit mentah pada teknis.
Satu hal yang bisa dipaksakan jadi nilai plus darinya, hanya karena ia punya karakter yang kuat, ditunjang semangat yang menggebu-gebu.
Mungkin itu yang membuat saya tak butuh kerja keras untuk mengarahkannya.
Bahkan ketika seminggu saya tinggalkan karena kesibukan, pada minggu berikutnya perkembangannya sudah melaju begitu pesat. Sebagai pembimbing, manusiawi jika saya sempat kuatir bakal tergerus olehnya.
Jujur, jarang saya temui orang yang gigih sepertinya. Tak segan ia menelpon saya untuk sekadar bertanya hal-hal kecil yang kadang menurut saya tak begitu penting untuk ditanyakan.

Hingga akhirnya, sebuah insiden tragis mematahkan semangat saya. Akbar jadi korban kerusuhan kampus.
Sebatang busur panah membuatnya tersungkur pada detik-detik keberangkatannya bersama saya berkompetisi di Jambi itu.
Busur panah melekat tepat di dahi, diantara dua matanya.
Setelah operasi, penglihatannya rabun. Mata kirinya katanya tak lagi berfungsi dengan baik.

Melihat kondisinya yang payah seperti itu, sementara hari H tinggal menyobek dua tiga lembar almanak, saya serta merta lempar handuk.
Saya putuskan batalkan saja keberangkatan. Saya minta nama saya dicoret dari daftar nama pembimbing yang akan berangkat. Tanpa saya minta pun anak-anak kampus bisa memaklumi itu.

Tapi belakangan saya dikabari, si Akbar keras kepala. Ia ngotot tetap akan berangkat, ada ataupun tanpa saya.
Apa lacur, nama saya terlanjur tercoret. Tiket pesawat yang sejatinya milik saya sudah terganti nama orang lain. Tapi tak apa, pikir saya. Lagipula butuh birokrasi yang panjang soal perizinan di kantor andai saya memaksakan kehendak.

Pada akhirnya saya hanya bisa menjabat erat tangan Akbar, menepuk-nepuk pundaknya, memberi spirit alakadarnya di sore hari jelang keberangkatan itu.
Di mata saya, anak itu tak ubahnya seorang prajurit spartan terluka yang menuju medan perang dengan hanya bermodalkan semangat baja, tanpa ambil pusing pada kelemahan sendiri.

Semalam, tak sadar saya dibuatnya berkaca-kaca.
Dia menelepon dari Jambi. Tak banyak yang bisa diucapkannya.
“Terima kasih untuk semuanya, Bang..! Saya juara satu..!” ujarnya lirih terbata-bata. Saya tangkap suara tangis tertahan di seberang sana. Disambut sayup-sayup gemuruh sorak-sorai kawan-kawannya.

Tak terbilang perasaan saya. Bangga tapi juga malu.
Bangga, karena anak bimbingan saya ternyata mengulang prestasi yang pernah saya raih berapa tahun silam.
Malu, karena ia juga menampar saya dengan satu pelajaran moral:
“Putus asa hanya ada pada kamus usang para pecundang”.

31 thoughts on “Akbar

  1. wow..
    saat baca aku merinding..

    selamat bwt Akbar dan sanga pembimbing..
    salaut sama anak bangsa yang masih punya satu jiwa tanpa putus asa..

    selamat untuk semua.. 🙂

    semoga Akbar lekas sembuh..

  2. kalau ‘jakarta underkompor’ meledak, bung arham pasti bisa ke luar negeri deh.
    mudah-mudahan malah bisa launching bukunya di negeri jiran.
    kemarin saya nyari bukunya di gramedia koq gak ada ya?
    apa habis?

  3. mas..saya sudah menyumbangkan sebagian kocek saya buat menuhin depositonya..imbalannya saya sakit perut dan capek bibir..krn mesem2 sendiri dan ketwa sampe perut kejang….mungkin sebentar lagi dah dibilang sakit jiwa kaleee….btw..kompornya mirip ama punyaku drmh..swear deh…he..hee

  4. Subhanallah… saya ikutan berkaca-kaca ham bacanya…
    yakin deh, dirimu bikin tulisan ini sambil berkaca-kaca juga kan?

    pelajarannya kena banget. buat cuma buat dirimu ham, diriku pun serasa ditampar dengan semangatnya akbar ini!! luar biasa. salam buat akbar ya ham!!

    *oya kapan ke bandung? your sist bilang mu ke bandung???

  5. Assalamualaikum
    terus terang ini kunjungan pertamaku di blognya bang arham. sebenarnya udah setahun yang lalu baca bukunya. cuman baru sempet buka blognya malam ini.
    dan….
    seperti saat beli bukunya… aku pun tak menyesal membuka blognya…
    terima kasih atas pembelajaran berharganya.
    ….

  6. siap….siap saja. boss. kalo dalam islam! diakhirat kelak insya Allah. kamu akan disuruh memasukaan ruh atas mahluk yg kamu gambar.

    bersiap-siaplah…

Tinggalkan Balasan ke atut Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.